Penjelasan KAI Setop Lagu Bengawan Solo dan Sepasang Mata Bola di Stasiun
beritatimur.com – PT Kereta Api Indonesia (KAI) baru-baru ini mengambil keputusan untuk menghentikan pemutaran dua lagu instrumental ikonik, Bengawan Solo dan Sepasang Mata Bola, di beberapa stasiun utama di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Langkah ini sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan penumpang dan masyarakat luas yang sudah terbiasa dengan suasana khas stasiun yang diwarnai alunan dua lagu legendaris tersebut.
Keputusan ini menuai reaksi beragam, mulai dari rasa kehilangan nuansa tradisional hingga bertanya-tanya alasan di balik langkah KAI tersebut. Artikel ini akan mengulas dengan lengkap penjelasan resmi dari KAI, latar belakang penghentian pemutaran lagu, dan dampaknya terhadap suasana stasiun serta para penumpang.
Latar Belakang Penghentian Pemutaran Lagu Bengawan Solo di Stasiun Solo Balapan
Bengawan Solo, lagu ciptaan maestro Gesang yang sangat terkenal dan identik dengan Kota Solo, selama ini rutin mengiringi kedatangan dan keberangkatan kereta di Stasiun Solo Balapan. Namun sejak akhir Juli 2025, KAI Daerah Operasi 6 (Daop 6) secara resmi menghentikan pemutaran lagu ini sebagai bagian dari evaluasi internal.
Manajer Humas Daop 6, Feni Novida Saragih, memaparkan bahwa penghentian ini merupakan bagian dari proses evaluasi yang sedang berlangsung secara internal dan belum ada keputusan final yang mengikat. Meski begitu, lagu Bengawan Solo memang tidak lagi terdengar di Stasiun Solo Balapan sejak Juli lalu.
Penumpang yang sering melewati stasiun Solo pun merasakan perubahan atmosfer. Beberapa mengaku suasana terasa lebih sunyi dan kurang hangat tanpa adanya alunan lagu ikonik tersebut. Bagi mereka, lagu ini bukan hanya musik biasa, tetapi bagian dari identitas dan budaya yang melekat di stasiun Solo Balapan.
Penghentian Lagu Sepasang Mata Bola di Stasiun Yogyakarta
Sementara itu, lagu Sepasang Mata Bola yang menjadi ciri khas Stasiun Tugu dan Lempuyangan di Yogyakarta juga tidak lagi diputar seperti biasanya. Lagu ini terkenal sebagai penanda kedatangan dan keberangkatan kereta serta menjadi musik pengantar yang sudah melekat erat dalam kehidupan para penumpang di sana.
Keputusan KAI untuk menyetop pemutaran lagu ini disambut berbeda oleh masyarakat. Ada yang menganggapnya sebagai bagian dari modernisasi layanan dan penyesuaian suasana, tapi tidak sedikit juga yang merasa kehilangan salah satu budaya lokal yang sudah melekat di hati mereka.
Penghentian ini turut menjadi perbincangan di berbagai platform media sosial, di mana warga Yogyakarta dan penumpang kereta ramai-ramai membicarakan tentang ketidakhadiran lagu tersebut yang sebelumnya begitu mereka nantikan.
Alasan dan Penjelasan Resmi dari KAI
KAI menjelaskan bahwa penghentian pemutaran lagu Bengawan Solo dan Sepasang Mata Bola ini tidak sepenuhnya permanen, melainkan bagian dari evaluasi dan penyesuaian layanan yang sedang dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengalaman penumpang selama berada di stasiun.
Menurut KAI, evaluasi ini juga terkait dengan diversifikasi pilihan musik di stasiun agar suasana tidak monoton dan lebih variatif, sekaligus menyesuaikan dengan perkembangan tren dan kenyamanan pengguna jasa.
Pihak KAI juga menginformasikan bahwa meskipun lagu-lagu tradisional tersebut sementara tidak diputar, mereka berkomitmen untuk melakukan kajian yang melibatkan berbagai stakeholder agar kebijakan tersebut tidak menghilangkan nilai-nilai budaya yang penting bagi masyarakat, terutama di wilayah Solo dan Jogja.
Dampak Penghentian Lagu dan Reaksi Penumpang
Penghentian pemutaran dua lagu ini jelas membawa dampak emosional bagi banyak penumpang dan warga sekitar stasiun. Lagu-lagu tersebut selama ini bukan hanya menjadi soundtrack perjalanan kereta, tapi juga menyimpan nilai nostalgia dan kehangatan budaya yang melekat.
Beberapa penumpang bahkan menyampaikan keheranan karena perubahan mendadak tanpa banyak sosialisasi terlebih dahulu. Suasana stasiun yang biasanya bersahaja dan hangat dengan musik menjadi terasa agak sepi dan kurang hidup.
Namun, sebagian lain mengapresiasi langkah KAI untuk mencoba memberikan suasana baru dan membuka ruang kreativitas dalam pelayanan. Mereka berharap pilihan musik yang akan datang bisa memberikan nuansa segar tanpa kehilangan identitas lokal.
Penutup: Masa Depan Musik di Stasiun KAI dan Upaya Menjaga Budaya Lokal
Penghentian sementara pemutaran lagu Bengawan Solo dan Sepasang Mata Bola di stasiun utama oleh KAI mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan antara modernisasi layanan dengan pelestarian kebudayaan lokal. KAI berupaya mengelola hal ini dengan hati-hati agar tidak menghilangkan keunikan setiap stasiun yang menjadi ciri khas daerah masing-masing.
Diharapkan dalam evaluasi yang sedang berlangsung, KAI dapat menghadirkan inovasi baru yang tetap mempertahankan nilai-nilai budaya sekaligus memberikan kenyamanan dan pengalaman berbeda bagi penumpang di masa depan.
Recent Comments