Pakar Pidana Trisakti Nilai Tepat Polri Pecat Kompol Cosmas

Pakar Pidana Trisakti Apresiasi Langkah Polri Pecat Kompol Cosmas

beritatimur.com – Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan bahwa pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae sudah tepat dan sesuai prinsip pertanggungjawaban moral dalam etika kepolisian. Menurut Fickar, hukuman etik ini merupakan bentuk awal konsistensi lembaga dalam menegakkan aturan internal.

Lebih lanjut, Fickar menegaskan bahwa selain sanksi etik, proses pidana juga harus digulirkan. Apabila ditemukan unsur kesengajaan dalam penabrakan terhadap pengemudi ojol Affan Kurniawan, maka Kompol Cosmas bisa dijerat Pasal 338 KUHP, yaitu pembunuhan. Namun bila tidak ada unsur niat, maka pasal terkait kelalaian menyebabkan kematian bisa dikenakan.

Kasus ini memang telah dilanjutkan ke Bareskrim Polri setelah Kompolnas dan Komnas HAM menyimpulkan adanya indikasi tindak pidana dalam gelar perkara etik. Langkah Kejaksaan Agung akan mengikuti dari proses sidik berikutnya.

Pakar Universitas Bung Karno Dukung Pemecatan, Minta Selidiki Sebutan “Perintah”

Selain Trisakti, Hudi Yusuf dari Universitas Bung Karno turut mendukung keputusan PTDH terhadap Kompol Cosmas. Menurutnya, keputusan ini masuk akal dalam perspektif etik karena pelanggaran profesional telah terjadi.

Yang menjadi sorotan Hudi adalah pernyataan Kompol Cosmas yang menyatakan bahwa tindakannya semata atas perintah atasan. Menurut Hudi, aspek ini harus diusut lebih dalam — apakah ada unsur pembelaan diri yang sah atau justifikasi prosedural yang menutupi kesalahan individu.

Hudi juga mendesak proses pidana untuk tetap dilanjutkan, bahkan meyakini bahwa cukup bukti untuk membentuk pasal pembunuhan berencana, khususnya jika ditemukan niat jahat. Namun jika tidak, pasal kelalaian menjadi jalur hukum yang lebih tepat.

Pengamat Universitas Al Azhar Apresiasi Transparansi dan Kecepatan Proses

Suparji Ahmad, pakar hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, juga memberikan apresiasi atas cepatnya Polri menuntaskan sidang etik terhadap Kompol Cosmas. Menurutnya, respons cepat seperti ini membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi.

Ia menilai bahwa pemecatan sudah merupakan sanksi berat dari segi etik. Namun, Suparji mengingatkan bahwa proses hukum tatu lanjut — terutama proses pidana — perlu dikawal agar berjalan transparan dan adil.

Harapannya, Polri tidak hanya berhenti di tingkat etik. Institusi sebaiknya membuka seluruh informasi penyidikan agar masyarakat dapat melihat bagaimana penanganan dilakukan—apakah ada niat jahat atau kelalaian.

Dukungan Publik dan Harapan Hukum yang Kuat

Tak hanya kalangan akademisi, publik juga menyambut tindakan Polri, khususnya untuk rasa keadilan terhadap keluarga korban. Pakar lain juga menambahkan bahwa masyarakat berharap proses hukum berjalan profesional dan transparan.

Hery, seorang ahli pidana, menyoroti pentingnya membuktikan apakah peristiwa kematian Affan terjadi karena kelalaian atau ada unsur kesengajaan. Ia pun menyerukan agar klausul niat jahat diuji di persidangan, bukan hanya berbicara secara verbal di media.

Sementara itu, muncul petisi penolakan terhadap pemecatan Kompol Cosmas, dengan lebih dari 167.000 tanda tangan dalam 24 jam. Warga Ngada, NTT, salah satu yang paling vokal mendukung Kompol Cosmas sebagai tokoh yang pernah berjasa—menilai sanksi PTDH terlalu berat.

More From Author

Penjelasan CEO Danantara Soal RUPSLB Telkom (TLKM) Ditunda: Alasan & Dampaknya

Pemain Timnas Marselino Ferdinan Dicoret dari 25 Nama Oxford United: Alasannya?