Ketua KPK Setyo Budiyanto: Prosedur Bebas Bersyarat Setnov Harus Dijalankan
beritatimur.com – Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan bahwa keputusan bebas bersyarat Setya Novanto (Setnov) harus tetap dijalankan meskipun banyak pihak menganggapnya “kurang adil”. Pernyataan ini muncul saat ia dikonfirmasi oleh ANTARA dari Jakarta pada Selasa, 19 Agustus 2025.
“Prosedur itu harus dijalankan, meskipun saya yakin ada yang merasa kurang adil,” katanya dengan tegas.
Penegasan ini menjadi penting karena bebas bersyarat merupakan bagian dari sistem hukum pidana Indonesia saat ini dan tidak dapat dilewati begitu saja.
Sudut Pandang Internal KPK & Pengingat Seriusnya Korupsi e‑KTP
1. Lima Tugas Dijalanin KPK, Terakhir Eksekusi Hukum
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menambahkan bahwa pihaknya telah menyelesaikan tugas secara tuntas—dari penyelidikan hingga eksekusi terhadap Putusan Pengadilan. Setelah itu, proses pembebasan bersyarat adalah ranah Kemendagri dan Ditjenpas, di luar kewenangan KPK.
“Setelah semua tugas diselesaikan, selesai sudah tugas KPK,” ujarnya.
2. KPK Ingatkan Korupsi e‑KTP adalah Kejahatan Luar Biasa
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menekankan bahwa kasus korupsi e‑KTP berdampak serius terhadap masyarakat—tidak cuma soal besar kerugian, tetapi juga menurunnya kualitas layanan publik.
“Kasus ini menjadi pengingat agar generasi masa depan tidak mengulangi kesalahan serupa,” tuturnya.
Kritik dan Sorotan dari Mantan Penyidik KPK dan Publik
1. Bebas Setnov Dinilai Kurang Adil oleh Eks Penyidik
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menyoroti bahwa pembebasan bersyarat hanya bisa terjadi karena pembatalan PP No. 99 Tahun 2012—ketentuan yang sebelumnya membatasi remisi untuk napi korupsi. Kini, tanpa aturan itu, koruptor non-justice collaborator juga bisa mengajukan remisi bersyarat.
Menurut Yudi, hal ini berpotensi melunturkan efek jera dan menunjukkan lemahnya komitmen terhadap hukum ttipikor. Ia mendorong reformasi aturan agar napi korupsi tidak mudah mendapatkan remisi atau pembebasan.
2. ICW: Bebas Setnov Jadi Preseden Buruk
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut pembebasan Setnov sebagai “kado terburuk HUT RI ke‑80”—menandai penurunan kualitas penegakan hukum pemberantasan korupsi. Korupsi mega sebesar e‑KTP terbukti merugikan triliunan rupiah, tetapi pelaku tetap mendapat keringanan—ini dianggap sebagai preseden buruk.
ICW juga menyoroti kurangnya penerapan pasal pencucian uang untuk menyelidiki aliran dana korupsi.
3. Dampak kepercayaan publik dan semangat antikorupsi
Mantan penyidik lainnya, Praswad Nugraha, mengingatkan bahwa bebas bersyarat sejatinya adalah hak setiap narapidana. Namun, untuk koruptor kelas atas, persetujuan harus lebih selektif. Jika tidak, kepercayaan publik dan efektivitas upaya pemberantasan korupsi bisa runtuh.
“Korupsi adalah pengkhianatan terhadap bangsa. Proses hukum tidak boleh dijadikan formalitas tawar-menawar,” tegasnya.
Penutup
Kesimpulan Resmi dan Suara Kritik
Ketua KPK menegaskan bahwa pembebasan bersyarat terhadap Setnov adalah prosedur yang sah dan harus dijalankan, meski dirasa tidak adil oleh publik. Sementara itu, kritik datang dari berbagai pihak—mantan penyidik KPK dan lembaga antikorupsi—yang menilai ini preseden merusak semangat pemberantasan korupsi dan keadilan hukum.
Harapan untuk Reformasi Sistemik
Semoga kasus ini menjadi momentum refleksi mendalam bagi penegak hukum untuk memperbaiki regulasi, memperkuat penyitaan dana koruptor, dan menegakkan efek jera tanpa terkikis oleh regulasi longgar. Integritas sistem hukum mutlak diperlukan agar keadilan tidak hanya sekadar formalitas—tapi juga dirasakan nyata oleh rakyat.
Recent Comments