Aktivis Lokataru Ditangkap Buntut Demo Agustus – Pola Berulang Usai Unjuk Rasa

Aktivis Lokataru Ditangkap Buntut Demo Agustus – Pola Berulang Usai Unjuk Rasa

beritatimur.com – Setelah gelombang unjuk rasa Agustus mengguncang Jakarta, sejumlah aktivis kini mengalami konsekuensi hukum. Salah satunya adalah penangkapan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen — dijemput paksa atas tuduhan menghasut dan provokasi. Kini banyak pihak menyoroti adanya pola yang kerap terjadi pasca-demo masif: kritik dibungkam, penahanan meluas, dan demokrasi makin tercekik. Yuk kita kulik langkah hukum, konteks politik, dan respons publik dalam literasi ini.

Kronologi Penangkapan Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen

Penangkapan terjadi pada malam Senin, 1 September 2025, ketika Polda Metro Jaya menjemput Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro Marhaen, dari kediamannya. Polisi menyebut penangkapan dilatarbelakangi oleh dugaan hasutan dan penyebaran informasi bohong yang memicu anarkis, termasuk melibatkan anak di bawah umur. Proses itu dilakukan setelah penyelidikan sejak 25 Agustus usai demo di DPR.

Delpedro pun langsung berstatus sebagai tersangka atas dugaan melanggar berbagai pasal, antara lain Pasal 160 KUHP (penghasutan), Pasal 45A ayat 3 jo Pasal 28 ayat 3 UU ITE, dan pasal UU Perlindungan Anak.

Alasan Polisi & Kritik Atas Proses Penangkapan

Menurut Kabid Humas Polda Metro, Delpedro diduga menyebarkan flyer digital provokatif kepada pelajar, bahkan ada tutorial pembuatan molotov serta iming-iming uang—ditujukan agar massa khususnya pelajar terlibat dalam aksi kekerasan.

Namun respons publik dan LSM langsung datang. Lokataru menyebut penangkapan tanpa surat perintah sebagai tindakan represif, merusak demokrasi, dan pelanggaran hak asasi. Pendiri Lokataru, Haris Azhar, menuntut agar proses hukum sesuai prosedur.

Komnas HAM juga angkat suara, mendesak penerapan keadilan restoratif dan akses bantuan hukum bagi demonstran, serta menyayangkan kriminalisasi terhadap aktivis.

Pola Berulang: Lokataru Catat 600 Penahanan Massal & Pelajar Tertahan Sebelum Demo

Menurut catatan Lokataru, sejak 28–29 Agustus, sekitar 600 orang ditangkap oleh polisi di sekitar DPR, Palmerah, dan Tanah Abang—mayoritas pelajar. Mereka diamankan sebelum sempat mengikuti demo. Delpedro menyebut praktik ini sebagai pola represif yang berulang secara sistemik.

Beberapa orang juga mengalami kekerasan fisik saat penangkapan, termasuk jurnalis yang meliput aksi. Lokataru menyebut represifitas menyasar wartawan dan publik umum—merusak tatanan demokrasi.

Penegakan Hukum atau Pembungkaman Kritik?

Polisi menangkap ribuan orang selama demo berujung rusuh, termasuk Delpedro, dengan dalih penegakan hukum. Namun pertanyaannya: apakah ini tindakan legal atau upaya membungkam kritik?

Delpedro dituduh sebagai provokator serius—spread misinformation, ajak anak anarkis, lawan hukum.

Sementara itu, Komnas HAM dan grup masyarakat sipil menyerukan keadilan restoratif, bukan represi berlebihan. DPR melalui Komisi I pun menunggu penjelasan terkait penahanan aktivis dan demonstran.A

Penutup – Represi vs Demokrasi: Siapa Untung?

Penangkapan aktivis Lokataru seperti Delpedro Marhaen menandai garis tegas antara ekspresi publik dan represif negara. Ini mewarnai cerita panjang tentang pola berulang usai demo besar: aktivis dipenjara, masyarakat takut bersuara, dan demokrasi meredup.

Namun kritik terus disuarakan—lokataru dan komnas HAM mendorong restorasi hak sipil, bukan kriminalisasi. Semoga langkah ke depan bukan sekadar membungkam, tapi refleksi nyata: demokrasi harus dilindungi, bukan ditindas.

More From Author

Dunia Sorot Tewasnya 9 Warga Sipil di Unjuk Rasa Indonesia: Desak Investigasi Transparan

Update Harga Emas Perhiasan Hari Ini 3 September 2025: Cek Selengkapnya